Tunggakan
iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dari segmen pekerja bukan penerima upah
(PBPU) menjadi persoalan besar. BPJS Kesehatan rajin telecolecting. Kader JKN
bergerak dari rumah ke rumah dan Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur
mengalihkan penunggak ke dalam daftar penerima bantuan iuran (PBI).
Sebanyak 500 kepala keluarga peserta JKN sudah di tangan
Rina Rudin. Perempuan 40 tahun ini bergegas mendatangi peserta yang menjadi
binaannya di Kelurahan Baamang Barat, Kecamatan Baamang, Kabupaten Kotawaringin
Timur. Mereka merupakan penunggak iuran di atas lima bulan dari segmen PBPU
atau peserta mandiri.
Peserta dengan tunggakan besar dikunjunginya. Rina
menyodorkan tagihan iuran JKN selama 17 bulan dengan nominal Rp 6,8 juta.
Peserta JKN kelas I itu pun geleng-geleng kepala, tak menyangka tunggakan iuran
lima anggota keluarganya begitu besar. Usai mendapat penjelasan pentingnya
iuran, peserta akhirnya bersedia melunasinya dalam tempo satu pekan.
Rina merasa lega, dan tagihan pun berlanjut ke peserta
lain yang nominal tunggakannya lebih besar, yakni Rp 9 juta. Warga yang
disambangi terkaget-kaget.
”Aduh, banyak sekali. Gimana bayarnya ini?” kata
penunggak.
Rina menawarkan solusi pembayaran tunggakan melalui
program Tabungan Sehat. Untuk mengikuti program ini, peserta cukup menunjukkan
KTP, KK, Kartu JKN-KIS, dan menyetorkan saldo awal. Jumlah setoran bulanan bisa disesuaikan
dengan tunggakan dan jangka waktu yang diinginkan. Setelah menentukan jumlah
setoran dan jangka waktu, peserta mengisi form autodebet. Saat nilai tabungan
sudah mencapai nilai tagihan BPJS Kesehatan, sistem akan mendebet tabungan
peserta.
”Setor saldo awal bisa lewat saya. Saya Kader JKN
sekaligus sebagai agen BNI,” ujar perempuan kelahiran Sampit 16 Agustus 1979
ini.
Meski belum berhasil membujuk peserta untuk melunasi
tunggakan, Rina tidak patah arang. Dia tetap semangat menyambangi peserta
lainnya. Dari 500 KK yang menjadi binaannya, minimal Rina harus mengunjungi 40
rumah per bulan.
Kepada Radar Sampit, Rina menceritakan bahwa tantangan
Kader JKN semakin besar, karena batas maksimum iuran yang ditagihkan meningkat
dari 12 bulan menjadi 24 bulan. Beragam alasan dilontarkan peserta ketika
ditagih. Ada yang beralasan tak pernah menggunakan karena tak pernah sakit, ada
yang kecewa terhadap layanan rumah sakit, dan ada juga yang tak punya uang.
Jika peserta beralasan tidak pernah memakai kartu JKN,
Rina menerangkan bahwa iuran yang dibayarkan sebagai bentuk gotong royong dalam
membiayai masyarakat yang sakit.
”Begitupun sebaliknya, ketika kita yang mengalami sakit,
iuran peserta yang sehatlah yang membantu pembiayaan pelayanan kesehatan kita.
Anda pilih sehat sehingga bisa membantu yang sakit, atau pilih sakit agar dapat
bantuan dari yang sehat?” tanya Rina, Selasa (23/7/2019).
Jika peserta beralasan kecewa dengan layanan rumah sakit,
Rina menyampaikan bahwa tidak ada yang ribet asalkan persyaratan lengkap dan
tertib bayar iuran. Bahkan dirinya selalu siap membantu peserta binaannya yang
meminta tolong mengurus administrasi di kantor BPJS Kesehatan, hendak membayar
iuran, ataupun saat berobat di fasilitas kesehatan.
Ada juga peserta yang beralasan tidak sanggup lagi
membayar iuran bulanan karena kesulitan ekonomi. Rina pun menawarkan solusi
jitu. Peserta mandiri bisa pindah ke segmen penerima bantuan iuran (PBI) yang
iurannya ditanggung Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur.
Kehadiran Rina sebagai Kader JKN ini bagian dari bentuk
partisipasi masyarakat dalam menyukseskan program JKN. Sebab, keberlangsungan
program ini tak melulu berada di pundak karyawan BPJS Kesehatan dan pemerintah,
tapi juga kerja keras Kader JKN.
Sayangnya, jumlah Kader JKN belum sebanding jumlah
peserta yang menunggak iuran. BPJS Kesehatan Cabang Sampit yang mengkaver lima
kabupaten hanya memiliki lima Kader JKN. Tiga orang di Kotawaringin Timur dan
dua orang di Kabupaten Kotawaringin Barat. Sementara Seruyan, Sukamara, dan
Lamandau nihil kader.
Lima Kader JKN ini memiliki tugas berat. Dari 39.950
peserta mandiri di Kotawaringin Timur, terdapat 4.632 KK atau 12.832 jiwa yang
menunggak iuran senilai Rp 8,5 miliar. Sementara di Kotawaringin Barat lebih
parah lagi. Dari 52.672 peserta mandiri, terdapat 6.531 KK atau 16.642 jiwa
yang menunggak iuran dengan nominal Rp 11,7 miliar. Rendahnya kolektabilitas
iuran ini turut memperparah defisit keuangan BPJS Kesehatan.
Pemkab Kotawaringin Timur tidak tinggal diam. Langkah
yang ditempuh yakni mengalihkan peserta mandiri kelas III yang menunggak iuran
ke dalam peserta penerima bantuan iuran (PBI). Ini merupakan implementasi dari
Perda Kabupaten Kotawaringin Timur Nomor 7 Tahun 2018 tentang Pembiayaan
Program JKN oleh APBD. Hasilnya, hingga 30 Juni 2019, peserta PBI yang
ditanggung APBD Kotawaringin Timur mencapai 102.714 jiwa dengan iuran Rp 2,36
miliar per bulan atau Rp 28 miliar per tahun.
”Kesehatan merupakan layanan dasar bagi masyarakat.
Karena itu, pemkab menyiapkan anggaran besar untuk iuran JKN, pembangunan
fasilitas kesehatan, maupun perekrutan tenaga medis,” ucap Kepala Dinas
Kesehatan Kotawaringin Timur dr Faisal Novendra Cahyanto, Jumat (26/7/2019).
Banyaknya peserta mandiri yang menunggak juga menuai
respon dari kalangan pengusaha yang selama ini patuh dalam membayarkan iuran
JKN.
”Badan usaha sudah patuh dalam membayar iuran JKN untuk
para pekerjanya. Semestinya ini juga diikuti peserta mandiri,” ujar Ketua Kamar
Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Kabupaten Kotawaringin Timur Susilo,
Jumat (26/7/2019).
Menurutnya, perlu instrumen untuk mendorong kepatuhan
peserta mandiri dalam membayar iuran. Pemerintah daerah bisa menerapkan sanksi
bagi peserta mandiri. Misalnya, tidak mendapat pelayanan publik tertentu berupa
pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM), Izin Mendirikan Bangunan (IMB), paspor,
hingga sertifikat tanah.
”Sanksi bukan hanya kartu JKN-KIS non-aktif, tapi juga
tidak mendapatkan pelayanan publik. Di sisi lain, layanan di fasilitas
kesehatan jangan sampai mengecewakan peserta. Kalau peserta kecewa, pasti malas
bayar iuran,” ujar Susilo.
Hal senada juga disampaikan Anang Agustiawan selaku
Employee Service Hospital Goodhope. Tertib iuran harus dilaksanakan oleh semua
peserta, baik badan usaha maupun peserta mandiri.
”Setiap bulan, Goodhope membayar iuran JKN sebesar Rp 750
juta untuk 10 ribu karyawan. Kami menganggap ini sebagai program gotong
royong,” ujar Agung.
Sementara itu Teuku Kanna, Senior Manager PT Sukajadi
Sawit Mekar, menyampaikan bahwa perusahaan tempatnya bekerja rutin membayar
iuran JKN untuk 2.411 karyawan. Program JKN membuat perusahaan memiliki
kepastian dalam menyusun pengeluaran tahunan. ”Kita bisa menekan risiko
pengeluaran tak terduga akibat karyawan sakit. Semuanya sudah dikaver oleh JKN.
Artinya, kita sedia payung sebelum hujan,” ujarnya.
Kepala BPJS Kesehatan Cabang Sampit drg Adrielona
mengakui ada ketimpangan antara peserta mandiri dan badan usaha dalam hal
kedisplinan membayar iuran. Kedisiplinan peserta mandiri sangat memprihatinkan.
Upaya yang dilakukan BPJS Kesehatan yakni mengirim SMS blast dan telecolecting
untuk penunggak iuran satu hingga tiga bulan. Sementara yang menunggak lebih
dari lima bulan, BPJS Kesehatan melibatkan Kader JKN.
Jumlah Kader JKN masih minim karena tidak mudah untuk
merekrutnya. Dibutuhkan sosok yang sabar, ulet, tekun, jujur, dan suka bergaul.
Adrielona berharap pemerintah kecamatan maupun kelurahan turut membantu BPJS
Kesehatan mencari sosok-sosok potensial untuk direkrut menjadi Kader JKN.
Selain mengoptimalkan peran Kader JKN, BPJS Kesehatan
juga menggandeng Pemkab Kotawaringin Timur. Pemkab tidak hanya mengkaver iuran
semua warga yang belum terdaftar JKN, tapi juga mengalihkan peserta mandiri
yang menunggak ke dalam peserta PBI.
”Rata-rata dalam satu bulan ada 500 peserta mandiri kelas
III yang menunggak dialihkan ke PBI,” ujar Adrielona, Jumat (26/7).
Namun, tidak semua peserta mandiri bersedia dimasukkan ke
kelas III, terutama kalangan menengah atas. Karena itu, Adrielona sepakat
dengan penerapan sanksi berupa tidak mendapatkan layanan publik tertentu bagi
penunggak. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 86 Tahun
2013, Pasal 9, sanksi bisa berupa tidak dilayaninya pembuatan IMB, SIM, STNK,
paspor, dan sertifikat tanah.
”Jika law
enforcement dijalankan oleh pemerintah daerah, saya yakin tingkat kepatuhan
peserta mandiri akan meningkat, seperti halnya kepatuhan badan usaha membayar
iuran,” katanya.
Adrielona
meyakini keberlangsungan program JKN akan terjaga asalkan ada sinergi yang kuat
antara pemerintah, BPJS Kesehatan, fasilitas kesehatan, dan semua peserta JKN.
Dampaknya, 27.229 fasilitas kesehatan mitra BPJS Kesehatan bisa melayani
222.463.022 peserta program JKN dengan prima. Dan akhirnya, dengan gotong
royong, semua tertolong. (***)
=============
Catatan: Artikel ini pernah diterbitkan di Radar Sampit edisi 31 Juli
2019 dan meraih juara 2 dalam Lomba Karya Jurnalistik BPJS Kesehatan 2019