Kamis, 01 Maret 2012

Hasto, Sang Pelaut yang Kini Menjadi Pilot

Ganti Haluan karena Empat Saudara Kandungnya Jadi Pilot

Hasto Atmardi Palwono adalah anak ke delapan dari sembilan bersaudara. Meski awalnya hanya dari keluarga sederhana di Ambarawa, dia dan empat saudaranya bisa menjadi pilot. Bahkan enam keponakan dan dua sepupunya juga mengikuti jejak pendahulunya, yakni menjadi pilot.

Karir Hasto cukup berliku. Usai lulus SMU, dia masuk Pendidikan dan Latihan Penerbangan (PLP) Curug angkatan 43 (sekarang Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia), namun tidak selesai. Pria asal Ambarawa, Semarang, ini lantas masuk sekolah pelayaran di Balai Pendidikan dan Latihan Pelayaran (BPLP) Semarang dan akhirnya menjadi pelaut.
Melihat kehidupan empat kakaknya yang berprofesi sebagai pilot cukup menjanjikan, dia pun banting setir dengan masuk ke Deraya Flying School tahun 1990. “Saya melihat kakak-kakak saya yang jadi pilot, ekonominya cukup bagus. Saya ganti halauan dari pelayaran ke penerbangan. Lagi pula saat itu sedang booming penerbangan,” ucap Hasto.
Setelah lulus di Deraya Flying School, dia lantas mendapatkan beasiswa dari Bouraq untuk mengambil Commercial Pilot License (CPL) di Juanda Flying School.
Saat ditemui Radar Sampit di Bandara Juanda Surabaya, Senin (15/6), dia mengaku bangga dengan keberhasilan yang dicapai keluarganya. Empat kakaknya yang menjadi pilot adalah Capt. Bambang Triyogo (57), Capt. Wahyu Djoko Triyono (55), Capt. Gentur Djoko Sadhono (53), dan Capt. Imbuh Sasmito Yuwono (48).
Bambang merupakan anak kedua yang memulai karir di Pelita Air Service, lalu ke Gatari Air, Indonesia Air Transport (IAT), dan saat ini di Airfast. Sedangkan Wahyu Djoko (anak ketiga) setelah menyelesaikan PLP Curug angkatan 29 tahun1978, bergabung dengan Dirgantara Air Service, lalu pindah ke Airfast sejak 1992 hingga sekarang. Sementara Gentur (anak kelima) menjadi taruna PLP Curug angkatan 31 tahun 1980, namun tidak selesai. Lantas Gentur memulai karir di Pelita Air Service sebagai pramugara tahun 1982 sambil menjalani pendidikan PPL di Deraya Flying School dan CPL di Juanda Flying School. Setelah lulus, Gentur tetap di Pelita Air Service.
Sedangkan track record Imbuh Sasmito (anak ketujuh) hampir mirip dengan Hasto, yakni mengawali karir sebagai pelaut. Pria yang sempat berlayar selama enam tahun ini banting setir ke Deraya Flying School pada tahun 1994, lalu mendapatkan beasiswa dari Merpati untuk mendapatkan CPL Multi Engine di New Zealand. Kini Imbuh Sasmito menjadi pilot Boeing 737-900ER di Lion Air. ”Kalau kumpul, ya jadi keluarga pilot,” ucap Hasto sambil menunggu penumpang Kalstar tujuan Sampit boarding di Bandara Juanda.
Kalau dilihat dari latarbelakang keluarga, ayah Hasto hanya sebagai mantri kesehatan di desa yang menyambi menggarap sawah. Sementara ibunya membantu ekonomi keluarga dengan cara berjualan. Dengan keadaan seperti ini, Suharlan (alm) dan Siti Mariyah (alm) hanya mampu menyekolah sembilan anaknya (tujuh pria dan dua perempuan) hingga tingkat SMU. Selepas itu, anak-anaknya berpikir keras mencari sekolah yang dibiayai Negara.
Kisah keluarga pilot ini pun diawali oleh kakak nomor dua, yakni Capt. Bambang Triyogo. Sedangkan kakak sulung, Gatot Budisutopo, memilih menjadi polisi melalui Akademi Kepolisian lulusan tahun 1971. Sebenarnya Bambang sempat mengikuti jejak si sulung dengan masuk AKABRI, namun Bambang memilih berkarir di penerbangan sipil dan mengikuti pendidikan di Akademi Penerbangan Indonesia (API) di Curug.
Dari Bambang Triyogo inilah profesi pilot menurun ke adik-adiknya, termasuk Hasto Atmardi Palwono. Saat menjadi pilot sejak 2003, Hasto juga sempat berpindah-pindah maskapai penerbangan. Mulai dari pilot Bouraq, Bali Air, Adam Air, Lorena, Sriwijaya Air, hingga saat ini menjadi pilot Kalstar jenis Boeing 737-900.
Setiap hari dia menerbangi rute Jakarta-Sampit-Surabaya-Sampit-Jakarta-Pangkalan Bun-Semarang-Pangkalan Bun-Jakarta. Sebanyak empat bandara dia sianggahi setiap hari, yakni Sampit, Jakarta, Surabaya, Semarang, dan Pangkalan Bun. Dari lima bandara tersebut, Bandara H Asan Sampit yang levelnya paling bawah.
”Jika Dibanding antara Bandara H Asan Sampit dengan Bandara Iskandar Pangkalan Bun, jelas lebih unggul Pangkalan Bun. Di Sampit runwaynya pendek, tapi cukup juga. Landing malam hari juga belum bisa di Sampit,” kata pria yang telah memiliki 14 ribu jam terbang di Boeing ini.
Selain keterbatasan sarana Bandara H Asan Sampit, Hasto juga mengungkapkan kendala yang dihadapi di Sampit setiap pagi, yakni kabut asap. Bandara H Asan sering kali diselimuti asap kebakaran lahan saat pagi hari di musim kemarau. Kalstar dari Jakarta nomalnya tiba di Sampit sekitar pukul 07.15 WIB, namun seringkali terlambat (delay) karena kabut asap.
”Pernah juga sudah di atas Sampit, karena ada kabut asap harus mendarat di Banjarmasin. Setelah agak siang, asap di Sampit biasanya hilang tersapu angin,” ungkap pria kelahiran Tegal, 5 Maret 1966 ini.
Hasto juga menceritakan rutinitas yang penuh kedisiplinan.
Mulai bangun pukul 03.00 dini hari, Hasto berangkat dari rumahnya ke Bandara Soekarno-Hatta pukul 03.30 WIB. Sebagai Kapten dia harus memberi contoh kedisiplinan terhadap para anak buahnya. Jika berangkat kerja terlambat, maka akan berdampak panjang, yakni terjadi keterlambatan beruntun di delapan jadwal penerbangan Kalstar.
Pengalaman mendebarkan pun pernah dia alami saat menerbangkan pesawat HS 748 di Manado. Pesawat baling-baling yang dia piloti, mesinnya mati satu sehingga penumpang panik. ”Penumpang tahu saat mesin mati, karena baling-balingnya berhenti,” ungkap suami dari Titin Syahrawati ini.
Sebenarnya, lanjut bapak dua anak  ini, dengan satu mesin pesawat masih bisa terbang dan mendarat dengan baik. “Tapi namanya penumpang tahu mesin mati satu, pasti heboh,” kisahnya.
Dia juga pernah mengalami mati satu mesin saat menerbangkan Boeing 737-200 di Manado. Namun penumpang tetap tenang karena tidak tahu bahwa satu mesin mati. ”Mesin Boeing tidak kelihatan saat mati, beda dengan pesawat baling-baling,” kata Hasto seraya menuju ruang pilot untuk bersiap-siap take off dari Bandara Juanda menuju Sampit. (yit)

Biodata
Nama: Hasto Atmardi Palwono
TTL   : Kendal, 5 Maret 1966

Pendidikan:
PPLP Curug Angkatan 43
BPLP Semarang
Deraya Flying School
Juanda Flying School

Karir:
Pilot Bouraq
Pilot Bali Air
Pilot Adam Air
Pilot Lorena
Pilot Sriwijaya Air
Pilot Kalstar Aviation

Tidak ada komentar:

Posting Komentar