Selasa, 18 Mei 2021

Bayar Iuran dengan Kelapa Sawit



Kader Penggerak BPJS Ketenagakerjaan mampu menjangkau para petani yang berada di daerah pelosok. Improvisasinya juga berhasil memudahkan pengumpulan iuran dan menihilkan tunggakan.

Panen padi menjadi masa yang paling dinanti Masrani. Petani asal Desa Bapeang, Kecamatan Mentawa Baru Ketapang, Kabupaten Kotawaringin Timur, ini mengangkut padi dari sawah ke rumah dengan sepeda motor. Di tengah perjalanan, Masrani mendapat musibah. Dia ditabrak sesama pengendara sepeda motor dari belakang. Kaki kanannya patah, sehingga harus operasi di Rumah Sakit dr Murjani Sampit. Rawat inap dijalaninya selama lima hari.  Biaya yang harus dibayarkan ke rumah sakit sebesar Rp 11 juta lebih. Namun biaya itu tidak dirogoh dari kantong pribadi. Semua biaya operasi dan perawatan ditanggung oleh BPJS Ketenagakerjaan.   

”Untungnya saya sudah jadi peserta BPJS Ketenagakerjaan sejak tahun 2013. Selain biaya operasi dan pengobatan ditanggung, saya juga dapat santunan Rp 9 juta,” kisah Masrani di Sampit, Jumat (8/12).   

Pengalaman di atas membuatnya semakin sadar akan pentingnya jaminan sosial ketenagakerjaan. Sikap ini ditunjukkannya dengan membayar iuran setiap bulan sebesar Rp 66.800 untuk program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), dan Jaminan Hari Tua (JHT). Besaran iuran ini dihitung berdasarkan asumsi penghasilan Rp 2 juta per bulan.   

Bagi Masrani, iuran ini tidak memberatkan. Jika mau iuran yang lebih murah, bisa memilih iuran sebesar Rp 16.800 untuk dua program (JKK dan JKM) dengan dasar asumsi penghasilan Rp 1 juta.  

”Iuran terkecil Rp 16.800 per bulan. Berarti per harinya cuma Rp 560. Ini lebih murah dari sebatang rokok,” kata pria kelahiran 26 Desember 2975 ini.   

Pengalaman tentang pentingnya jaminan sosial ketenagakerjaan ini disampaikan Masrani kepada rekan sesama petani di desanya. Puluhan petani pun mengikuti jejak suami Nurasiah ini. Ada yang ikut tiga program, ada juga yang hanya mendaftar dua program.   

Keberhasilan Masrani mengajak para petani menjadi peserta jaminan sosial ternyata menarik perhatian BPJS Ketenagakerjaan. Tahun 2016, Masrani diundang untuk mengikuti Pelatihan Kader Penggerak BPJS Ketenagakerjaan di Aquarius Botique Hotel Sampit. Dia dibekali wawasan tentang program jaminan sosial dan manfaatnya. Sejak saat itu, dia lebih aktif menyosialisasikan program jaminan sosial kepada kelompok tani maupun perkumpulan RT/RW di desanya. Respon masyarakat cukup bagus. Lebih dari 45 petani di Desa Bapeang mengikuti program jaminan sosial. Iurannya pun dikoordinir melalui kelompok tani.

Selain para petani, lima perangkat Desa Bapeang, tujuh anggota badan permusyawaratan desa, 22 ketua RT/RW, sembilan anggota LPMD, dan lima guru TK di Desa Bapeang juga menjadi peserta jaminan sosial. Ini juga tidak lepas dari dukungan Pemerintah Desa Bapeang yang dikepalai oleh Agus Rianto. Sebab, perangkat desa maupun petani tidak lepas dari risiko kerja. Apalagi Desa Bapeang dibelah oleh jalan provinsi yang menghubungkan dua kabupaten; Kotawaringin Timur dan Seruyan. Desa Bapeang juga dilintasi truk-truk jumbo yang keluar masuk Pelabuhan Bagendang sehingga rawan terjadi kecelakaan kerja.

Meningkatnya kesadaran perangkat desa dan warga di Desa Bapeang tentang pentingnya jaminan sosial berbuah manis. BPJS Ketenagakerjaan menetapkan Desa Bapeang sebagai Desa Sadar Jaminan Sosial Ketenagakerjaan pada 17 November 2017. Sebagai timbal baliknya, BPJS Ketenagakerjaan membantu menata desa. Diantaranya, membuatkan panggung cor beton di halaman kantor desa, memperbaiki taman kantor desa, mengecat trotoar, mengecat lingkungan kantor dan lapangan voli.   

Kiprah Masrani sebagai Kader Penggerak BPJS Ketenagakerjaan tidak sebatas di Desa Bapeang. Dia juga berhasil mengajak 80 petani di Desa Lempuyang, Kecamatan Teluk Sampit, untuk ikut program jaminan sosial ketenagakerjaan.  

Kisah sukses Kader Penggerak BPJS Ketenagakerjaan juga datang dari Subli Hidayat yang tinggal di pelosok Desa Tanjung Rangas, Kecamatan Seruyan Hilir, Kabupaten Seruyan. Sebuah desa yang jaraknya lima jam perjalanan dari Kota Sampit.

Subli yang juga Sekretaris Koperasi Karya Bersama ini bisa meyakinkan 671 petani dan nelayan  untuk menjadi peserta jaminan sosial pada November 2016. Iurannya tidak diambil secara langsung dari kantong petani, tapi dibayar menggunakan hasil panen kelapa sawit.

”Kalau iuran harus mengambil langsung dari petani, agak sulit. Belum tentu semua mau ikut,” kata pria kelahiran Kotawaringin Timur 4 Februari 1980 ini.     

Subli menjelaskan, wilayah desanya terdapat perusahaan kelapa sawit PT Kerry Sawit Indonesia. Berdasarkan UU No. 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan, perusahaan wajib membangun kebun plasma seluas 20 persen dari luas konsesi hak guna usaha. Dari aturan tersebut, 671 warga Desa Tanjung Rangas yang berhimpun dalam Koperasi Karya Bersama memperoleh kebun plasma sawit seluas 831 hektare.

Pengelolaan kebun ditangani langsung oleh perusahaan, mulai dari pembukaan lahan, penyediaan bibit sawit, pupuk, perawatan, hingga panen. Semua biaya investasi tersebut ditalangi perusahaan. Dari hasil panen sawit, 50 persen diserahkan kepada perusahaan sebagai pengganti biaya investasi, dan 50 persen diserahkan kepada Koperasi Karya Bersama untuk dibagikan kepada warga Desa Tanjung Rangas.    

”Hasil panen ini diserahkan kepada koperasi tiga bulan sekali. Jumlahnya kurang lebih Rp 1,5 miliar untuk koperasi dan Rp 1,5 miliar untuk perusahaan. Kalau biaya investasi sudah dikembalikan 100 persen kepada perusahaan, semua hasil panen akan menjadi milik koperasi,” terang lelaki lulusan IAIN Palangka Raya ini.  

Dari hasil panen sawit inilah, Koperasi Karya Bersama membayar iuran jaminan sosial ketenagakerjaan  sebesar Rp 36.800 per orang. Rinciannya, iuran JKK Rp 10 ribu, JKM Rp 6.800, dan JHT Rp 20.000. Karena anggota koperasi sebanyak 671 petani, maka total iurannya  Rp 24.692.800 per bulan.

”Melalui kebun plasma sawit ini, warga Desa Tanjung Rangas mendapat penghasilan Rp 2 juta per tiga bulan. Warga juga punya jaminan sosial ketegakerjaan,” kata Subli.  

Dengan cara seperti ini, kata Subli, petani merasa tidak dibebani dan direpotkan dengan iuran jaminan sosial. Dirinya sebagai Kader Penggerak BPJS Ketenagakerjaan juga tidak perlu menarik iuran jaminan sosial satu per satu dari 671 anggota koperasi. Tunggakan pun bisa dihindari.   

”Kami belum pernah menunggak. Bahkan kami selalu bayar iuran untuk tiga bulan ke depan,” kata pria yang berprofesi sebagai guru di SMP Negeri 5 Kuala Pembuang ini.  

Sebagai Kader Penggerak BPJS Ketenagakerjaan, Subli mengakui mendapat komisi dari lembaga yang dulunya bernama Jamsostek itu. Namun, komisi bukan tujuan utamanya. Keinginan utamanya adalah pekerja memiliki jaring pengaman ketika mengalami risiko sosial karena hilangnya penghasilan sebagai dampak kecelakaan kerja, hari tua, dan kematian. Kepedulian terhadap petani inilah yang menjadikan dirinya mau menjadi Kader Penggerak.  

”Kehidupan adalah tentang kepedulian. Berbagai kenikmatan yang kita rasakan sampai hari ini berasal dari orang-orang yang peduli kepada kita. Karena itulah kita juga harus peduli dengan orang lain juga. Salah satunya dengan mengajak menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan,” ucapnya.  

Sementara itu Kepala Bidang Pemasaran BPJS Ketenagakerjaan Cabang Sampit Fajar Kunaefi mengatakan, model iuran jaminan sosial yang diterapkan warga Desa Tanjung Rangas bisa diadopsi desa-desa lain yang berada di wilayah perkebunan. Apalagi Kabupaten Kotawaringin Timur dan Kabupaten Seruyan yang menjadi wilayah kerja BPJS Ketenagakerjaan Cabang Sampit terdapat lebih dari 50 perusahaan perkebunan kelapa sawit.

”Masih banyak pekerja informal yang belum terkaver oleh jaminan sosial. Hingga 31 November 2017, peserta dari tenaga kerja bukan penerima upah di wilayah kerja kantor cabang Sampit hanya 5.550 jiwa. Angka ini tinggal jauh dari tenaga kerja penerima upah yang mencapai 125.849. Karena itulah kami butuh Kader Penggerak BPJS Ketenagakerjaan, terutama untuk menjangkau pekerja informal,” ungkap Fajar, Kamis (14/12/2017).  

Dengan bantuan Kader Penggerak, BPJS Ketenagakerjaan lebih mudah menjangkau para petani.  Apabila terjadi risiko sosial baik itu kecelakaan kerja, kematian, hari tua, maupun pensiun, maka BPJS Ketenagakerjaan akan memberikan manfaat kepada peserta dalam bentuk pelayanan maupun uang tunai. Manfaat pelayanan yang dimaksud adalah apabila terjadi kecelakaan kerja, maka pekerja dapat langsung dibawa ke fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Ketenagakerjaan baik klinik maupun rumah sakit (trauma center) tanpa mengeluarkan biaya. Sedangkan manfaat uang tunai akan didapatkan oleh pekerja maupun ahli warisnya apabila terjadi risiko meninggal.

”Para petani dan nelayan adalah para pekerja tangguh, namun rentan terhadap risiko sosial. Jika terjadi sesuatu, maka keluarga terutama anak-anaklah yang terkena imbasnya. Untuk itulah mereka butuh jaminan sosial,” kata Fajar.  (***)

========== ===  

Catatan: Artikel ini pernah terbit di Radar Sampit edisi Desember 2017 dan meraih juara harapan dalam lomba karya jurnalistik BPJS Ketenagakerjaan tahun 2017

 

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar