Selasa, 18 Mei 2021

Kerahkan Kader JKN, Alihkan Peserta Mandiri ke PBI

 

Tunggakan iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dari segmen pekerja bukan penerima upah (PBPU) menjadi persoalan besar. BPJS Kesehatan rajin telecolecting. Kader JKN bergerak dari rumah ke rumah dan Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur mengalihkan penunggak ke dalam daftar penerima bantuan iuran (PBI).     

Sebanyak 500 kepala keluarga peserta JKN sudah di tangan Rina Rudin. Perempuan 40 tahun ini bergegas mendatangi peserta yang menjadi binaannya di Kelurahan Baamang Barat, Kecamatan Baamang, Kabupaten Kotawaringin Timur. Mereka merupakan penunggak iuran di atas lima bulan dari segmen PBPU atau peserta mandiri. 

Peserta dengan tunggakan besar dikunjunginya. Rina menyodorkan tagihan iuran JKN selama 17 bulan dengan nominal Rp 6,8 juta. Peserta JKN kelas I itu pun geleng-geleng kepala, tak menyangka tunggakan iuran lima anggota keluarganya begitu besar. Usai mendapat penjelasan pentingnya iuran, peserta akhirnya bersedia melunasinya dalam tempo satu pekan.        

Rina merasa lega, dan tagihan pun berlanjut ke peserta lain yang nominal tunggakannya lebih besar, yakni Rp 9 juta. Warga yang disambangi terkaget-kaget.

”Aduh, banyak sekali. Gimana bayarnya ini?” kata penunggak.       

Rina menawarkan solusi pembayaran tunggakan melalui program Tabungan Sehat. Untuk mengikuti program ini, peserta cukup menunjukkan KTP, KK, Kartu JKN-KIS, dan menyetorkan saldo awal.  Jumlah setoran bulanan bisa disesuaikan dengan tunggakan dan jangka waktu yang diinginkan. Setelah menentukan jumlah setoran dan jangka waktu, peserta mengisi form autodebet. Saat nilai tabungan sudah mencapai nilai tagihan BPJS Kesehatan, sistem akan mendebet tabungan peserta.   

”Setor saldo awal bisa lewat saya. Saya Kader JKN sekaligus sebagai agen BNI,” ujar perempuan kelahiran Sampit 16 Agustus 1979 ini.  

Meski belum berhasil membujuk peserta untuk melunasi tunggakan, Rina tidak patah arang. Dia tetap semangat menyambangi peserta lainnya. Dari 500 KK yang menjadi binaannya, minimal Rina harus mengunjungi 40 rumah per bulan.  

Kepada Radar Sampit, Rina menceritakan bahwa tantangan Kader JKN semakin besar, karena batas maksimum iuran yang ditagihkan meningkat dari 12 bulan menjadi 24 bulan. Beragam alasan dilontarkan peserta ketika ditagih. Ada yang beralasan tak pernah menggunakan karena tak pernah sakit, ada yang kecewa terhadap layanan rumah sakit, dan ada juga yang tak punya uang.   

Jika peserta beralasan tidak pernah memakai kartu JKN, Rina menerangkan bahwa iuran yang dibayarkan sebagai bentuk gotong royong dalam membiayai masyarakat yang sakit. 

”Begitupun sebaliknya, ketika kita yang mengalami sakit, iuran peserta yang sehatlah yang membantu pembiayaan pelayanan kesehatan kita. Anda pilih sehat sehingga bisa membantu yang sakit, atau pilih sakit agar dapat bantuan dari yang sehat?” tanya Rina, Selasa (23/7/2019).  

Jika peserta beralasan kecewa dengan layanan rumah sakit, Rina menyampaikan bahwa tidak ada yang ribet asalkan persyaratan lengkap dan tertib bayar iuran. Bahkan dirinya selalu siap membantu peserta binaannya yang meminta tolong mengurus administrasi di kantor BPJS Kesehatan, hendak membayar iuran, ataupun saat berobat di fasilitas kesehatan.   

Ada juga peserta yang beralasan tidak sanggup lagi membayar iuran bulanan karena kesulitan ekonomi. Rina pun menawarkan solusi jitu. Peserta mandiri bisa pindah ke segmen penerima bantuan iuran (PBI) yang iurannya ditanggung Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur.    

Kehadiran Rina sebagai Kader JKN ini bagian dari bentuk partisipasi masyarakat dalam menyukseskan program JKN. Sebab, keberlangsungan program ini tak melulu berada di pundak karyawan BPJS Kesehatan dan pemerintah, tapi juga kerja keras Kader JKN.   

Sayangnya, jumlah Kader JKN belum sebanding jumlah peserta yang menunggak iuran. BPJS Kesehatan Cabang Sampit yang mengkaver lima kabupaten hanya memiliki lima Kader JKN. Tiga orang di Kotawaringin Timur dan dua orang di Kabupaten Kotawaringin Barat. Sementara Seruyan, Sukamara, dan Lamandau nihil kader.  

Lima Kader JKN ini memiliki tugas berat. Dari 39.950 peserta mandiri di Kotawaringin Timur, terdapat 4.632 KK atau 12.832 jiwa yang menunggak iuran senilai Rp 8,5 miliar. Sementara di Kotawaringin Barat lebih parah lagi. Dari 52.672 peserta mandiri, terdapat 6.531 KK atau 16.642 jiwa yang menunggak iuran dengan nominal Rp 11,7 miliar. Rendahnya kolektabilitas iuran ini turut memperparah defisit keuangan BPJS Kesehatan.   

Pemkab Kotawaringin Timur tidak tinggal diam. Langkah yang ditempuh yakni mengalihkan peserta mandiri kelas III yang menunggak iuran ke dalam peserta penerima bantuan iuran (PBI). Ini merupakan implementasi dari Perda Kabupaten Kotawaringin Timur Nomor 7 Tahun 2018 tentang Pembiayaan Program JKN oleh APBD. Hasilnya, hingga 30 Juni 2019, peserta PBI yang ditanggung APBD Kotawaringin Timur mencapai 102.714 jiwa dengan iuran Rp 2,36 miliar per bulan atau Rp 28 miliar per tahun.  

”Kesehatan merupakan layanan dasar bagi masyarakat. Karena itu, pemkab menyiapkan anggaran besar untuk iuran JKN, pembangunan fasilitas kesehatan, maupun perekrutan tenaga medis,” ucap Kepala Dinas Kesehatan Kotawaringin Timur dr Faisal Novendra Cahyanto, Jumat (26/7/2019).   

Banyaknya peserta mandiri yang menunggak juga menuai respon dari kalangan pengusaha yang selama ini patuh dalam membayarkan iuran JKN. 

”Badan usaha sudah patuh dalam membayar iuran JKN untuk para pekerjanya. Semestinya ini juga diikuti peserta mandiri,” ujar Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Kabupaten Kotawaringin Timur Susilo, Jumat (26/7/2019).

Menurutnya, perlu instrumen untuk mendorong kepatuhan peserta mandiri dalam membayar iuran. Pemerintah daerah bisa menerapkan sanksi bagi peserta mandiri. Misalnya, tidak mendapat pelayanan publik tertentu berupa pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM), Izin Mendirikan Bangunan (IMB), paspor, hingga sertifikat tanah.      

”Sanksi bukan hanya kartu JKN-KIS non-aktif, tapi juga tidak mendapatkan pelayanan publik. Di sisi lain, layanan di fasilitas kesehatan jangan sampai mengecewakan peserta. Kalau peserta kecewa, pasti malas bayar iuran,” ujar Susilo.       

Hal senada juga disampaikan Anang Agustiawan selaku Employee Service Hospital Goodhope. Tertib iuran harus dilaksanakan oleh semua peserta, baik badan usaha maupun peserta mandiri.   

”Setiap bulan, Goodhope membayar iuran JKN sebesar Rp 750 juta untuk 10 ribu karyawan. Kami menganggap ini sebagai program gotong royong,” ujar Agung.      

Sementara itu Teuku Kanna, Senior Manager PT Sukajadi Sawit Mekar, menyampaikan bahwa perusahaan tempatnya bekerja rutin membayar iuran JKN untuk 2.411 karyawan. Program JKN membuat perusahaan memiliki kepastian dalam menyusun pengeluaran tahunan. ”Kita bisa menekan risiko pengeluaran tak terduga akibat karyawan sakit. Semuanya sudah dikaver oleh JKN. Artinya, kita sedia payung sebelum hujan,” ujarnya. 

Kepala BPJS Kesehatan Cabang Sampit drg Adrielona mengakui ada ketimpangan antara peserta mandiri dan badan usaha dalam hal kedisplinan membayar iuran. Kedisiplinan peserta mandiri sangat memprihatinkan. Upaya yang dilakukan BPJS Kesehatan yakni mengirim SMS blast dan telecolecting untuk penunggak iuran satu hingga tiga bulan. Sementara yang menunggak lebih dari lima bulan, BPJS Kesehatan melibatkan Kader JKN.       

Jumlah Kader JKN masih minim karena tidak mudah untuk merekrutnya. Dibutuhkan sosok yang sabar, ulet, tekun, jujur, dan suka bergaul. Adrielona berharap pemerintah kecamatan maupun kelurahan turut membantu BPJS Kesehatan mencari sosok-sosok potensial untuk direkrut menjadi Kader JKN.   

Selain mengoptimalkan peran Kader JKN, BPJS Kesehatan juga menggandeng Pemkab Kotawaringin Timur. Pemkab tidak hanya mengkaver iuran semua warga yang belum terdaftar JKN, tapi juga mengalihkan peserta mandiri yang menunggak ke dalam peserta PBI.  

”Rata-rata dalam satu bulan ada 500 peserta mandiri kelas III yang menunggak dialihkan ke PBI,” ujar Adrielona, Jumat (26/7).

Namun, tidak semua peserta mandiri bersedia dimasukkan ke kelas III, terutama kalangan menengah atas. Karena itu, Adrielona sepakat dengan penerapan sanksi berupa tidak mendapatkan layanan publik tertentu bagi penunggak. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 86 Tahun 2013, Pasal 9, sanksi bisa berupa tidak dilayaninya pembuatan IMB, SIM, STNK, paspor, dan sertifikat tanah. 

”Jika law enforcement dijalankan oleh pemerintah daerah, saya yakin tingkat kepatuhan peserta mandiri akan meningkat, seperti halnya kepatuhan badan usaha membayar iuran,” katanya.   

Adrielona meyakini keberlangsungan program JKN akan terjaga asalkan ada sinergi yang kuat antara pemerintah, BPJS Kesehatan, fasilitas kesehatan, dan semua peserta JKN. Dampaknya, 27.229 fasilitas kesehatan mitra BPJS Kesehatan bisa melayani 222.463.022 peserta program JKN dengan prima. Dan akhirnya, dengan gotong royong, semua tertolong. (***) 

============= 

Catatan: Artikel ini pernah diterbitkan di Radar Sampit edisi 31 Juli 2019 dan meraih juara 2 dalam Lomba Karya Jurnalistik BPJS Kesehatan 2019

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar